Ditulis oleh: Unknown
Friday, May 25, 2012
Ada kebingungan sendiri sebetulnya. Membedakan antara fiksi mini dan fiksi kilat. Ukurannya sama-sama "mini", akan tetapi setelah beberapa pengamatan sederhana loewat blog-blog fiksi, ada perbedaan mendasar di antara kedua ini yang bisa disaksikan kasat mata.
Fiksi kilat, namanya juga kilat, memang durasinya sangat pendek. Dalam bentuk tulisan, bisa hanya berupa sepuluh atau sebelas kalimat, termasuk dialognya yang juga padat. Konteks cerita sederhana, hanya berkisar satu atau dua adegan, dan tokohnya juga tidak banyak. Memang, tujuan dari fiksi kilat sepertinya menyampaikan pesan sederhana dengan cara yang paling sederhana. Mirip iklan di layar kaca.
Fiksi mini, walaupun konteks namanya sama, bisa lebih panjang. Sebagaimana sering dituliskan Pepih Nugraha di Kompasiana sebagai bentuk upayanya membangunkan kembali hobi lama, berhasil menarik ribuan pembaca melalui tulisan-tulisan fiksinya yang panjang berkisar hanya empat hingga lima paragraf. Lebih kompleks dari fiksi kilat, fiksi mini punya beberapa adegan dan lingkup cerita yang bisa dikatakan lebih luas, meski tetap bertahan dengan kesederhanaannya. Sama-sama mudah dicerna.
Nah, dalam kegandrungan saya dengan dua tipe fiksi inilah, agaknya bisa jadi pemicu berpikir mengapa banyak orang agak kesulitan membangun bingkai cerita panjang sebentuk cerbung atau novel. Orang-orang menyukai yang sederhana namun berisi. Mirip produk gadget Apple Inc.
Tapi di samping itu, saya justru kadang berpikir bingkai cerita panjang bisa lahir dari cerita mini. Ataupun sebaliknya. Coba deh pelajari lagi karya-karya Rabindranath Tagore yang beralih dari cerita novel ke cerpen-cerpen yang membawanya jadi penerima Nobel Kesusastraan tahun 1932.
Ya. Fiksi mini punya tempatnya sendiri, tepat di sebelah bilik fiksi kilat. Tergantung semangat dan metode penyampaian pesan. Pada akhirnya semua jenis fiksi memilih pembacanya sendiri-sendiri.
Tentang Penulis
Berlanjut?
ReplyDelete