Senin, 14 April 2025 | 9:53 AM
Ditulis oleh: Unknown Friday, May 10, 2013


Tanggal 19 April lalu saya tidak sengaja menyaksikan sebuah tayangan berita selebritas di Trans TV  yang menampilkan Entis Sutisna dan Atiqah Hasiholan. Rupa-rupanya kedua pesohor Tanah Air ini sedang banyak dicari sampai ke negeri orang. Sampai-sampai Eru, penyanyi muda kawakan asal Korea mengajak keduanya turut manggung dalam sebuah konser semalam.

Saat penanda pembicara di bagian bawah layar televisi muncul dengan garis dasar merah dan warna huruf putih itu, saya tergelak. Entis Sutisna yang akrab dengan nama panggung Sule ditulis sebagai PELAWAK sementara Atiqah diterangkan sebagai SELEBRITIS.

Tentu saja maksud penulisan itu merujuk kata selebritas yang memang hingga saat ini masih banyak disalah-tuliskan sebagai selebritis. Mungkin merujuk keliru penulisan celebrity dalam bahasa Inggris. Media televisi kita kerap kali luput mengadvokasi kecerdasan mereka sendiri dengan pendapat para pemirsa. Akibatnya, salah penulisan (yang sebagian besarnya disadari dan disengaja) dianggap bukanlah perkara yang terlalu serius dalam proses produksi.

Nah, kalau Atiqah (yang memang dikenal sebagai aktris) ditulis keterangannya sebagai selebritis, mengapa Sule ditulis sebagai pelawak? Apakah profesi sohor seorang pelawak berada di kamar yang berbeda dengan profesi seorang selebritas? 

Padahal, bagi kebanyakan orang penikmat layar kaca harian --yang relatif akrab dengan opera sabun dan komedi kocak khas banyolan-- nama Sule jauh lebih sohor ketimbang Atiqah. Konsumsi media harian kita lebih sering mencecap si rambut gondrong pirang sebagian, seorang Sunda yang fasih menirukan berbagai macam gaya bicara dan busana, dan seorang dengan pengalaman selebritas yang lebih tinggi ketimbang banyak pemain film. Sule telah bertransformasi sebagai idola banyak ibu-ibu di kampung sampai kota besar. 

Sementara berbicara secara adil, Atiqah ibarat pesohornya konsumsi media kelas atas. Agak kontras dengan perjalanan citra Sule, Atiqah memang lebih banyak bermain di peran-peran serius, menantang akting yang hampir tak nampak dibuat-dibuat, tentunya tak seperti gaya banyolan Opera van Java yang melejitkan nama Entis atau Sule. 

Akan tetapi kedua pesohor ini tetaplah setara di jajaran selebritas Tanah Air. Entis yang kemudian dikenal sebagai Sule adalah selebritas panggung lawak dan nyanyi, sementara Atiqah tetaplah selebritas premium untuk panggung penuh perhitungan. Semestinya tidak ada kasta selebritas yang membedakan panggung dan jenis hiburan yang dilakoni seorang pesohor.

Alangkah tidak adilnya jika menduduk-sandingkan seorang Indro Warkop, misalnya, dengan Teuku Wisnu kemudian ditulis secara berbeda ala INDRO - komedian dan TEUKU WISNU - artis. Kasta selebritas tidak akan pernah benar ketika bersinggungan dengan dua kamar profesi yang berbeda.

Toh, baik pelawak ataupun pemain film-opera sabun tetaplah seniman peran. Bermain dengan kata-kata dan gerak terencana. Kekuatan opini publik pemirsa kita tak boleh dilemahkan dengan pengelompokan jenis hiburan yang berpotensi merendahkan bagian-bagian profesi selebritas tertentu.

Jadi kalau mau menulis sama, lebih baik jangan pakai pelawak, presenter, bahkan politikus. Karena pada akhirnya semua golongan itu menyatu sebagai selebritas. Pesohor yang dikagumi banyak orang.

--------------
Sumber gambar: Korean Concert/twicsy.com.

Apa pendapatmu?

Berlangganan Tulisan | Berlangganan Komentar

Baca juga:

  • Bingungnya
    31/03/2012 - 6 komentar
    Tampaknya sudah dimulai era "kebingungan lirik" dalam industri lagu Indonesia. Mengapa begitu? Karena…
  • Konsensus
    08/06/2013 - 4 komentar
    Tuan Limba Tagana mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas bidang meja dari kayu yang mengkilap. Di…
  • Harapan Punya Banyak Nama
    09/09/2011 - 2 komentar
    Plato menyebutnya Helios. Romulus dan Remus menyebutnya Sole. Oda menyebutya 太陽 (taiyou). Bei…
Memuat ...

Lingkar baca

Linikala

- Copyright © 2025 BUKU FANDY - Hak cipta dilindungi Undang-undang. - Desain Blogger oleh Johanes Djogan -