Ditulis oleh: Unknown Tuesday, April 3, 2012



Awalnya kupikir mengejar harta karun hanyalah ihwal fisik yang tercermin dalam petualangan-petualangan melawan Akhmunrah atau menggali salah satu sisi Piramida Bangsa Maya. Iya memang imajinasi-imajinasi semacam ini banyak dibentuk oleh karya seni kontemporer yang dipoles dalam teknologi sinematografi modern. Meski sekarang sudah jarang film yang begitu detil menceritakan proses ini, rasanya kenikmatan mengejar harta karun tak berhenti hanya pada aktor dan dialog-dialognya. Ada sesuatu, yang secara hakiki, membentangkan jalan setiap orang berujung pada harta karunnya. Perasaan yang sama ketika aku mengosongkan pikiran dan menatap awan yang mengoranye menyambut malam.

Seperti metafora, aku bisa melihat sebuah gelembung warna bening yang menyimpan harta karun untukku di luar sana. Di suatu tempat yang dinaungi rindangnya pohon-pohon Angsana, dan didasari padang rumput hijau serta bunyi aliran air yang menyeruak melalui batu-batu kecil. Tentunya itu masih jauh dari gambaran surgawi, tapi gambaran itu yang selalu membuatku tersenyum selepas memimpikannya di akhir malam.

Aku terkadang menulis beberapa hal sebagaimana Law of Attraction menggambarkan logika yang bisa diterima akal sehat tanpa menikmati sisi hiperbolisnya. Aku mengingingkan  banyak hal bahkan di saat-saat aku merasa sangat tak pantas mendapatkannya. Sungguh sebuah petualangan angan yang mencoret-coret banyak kertas dengan pensil warna dan pola-pola yang berusaha aku pecahkan sendiri teka-tekinya terlebih dahulu. Ke mana arah yang akan kutempuh, dan dengan alat apa saja aku bisa sampai di sana.

Lalu aku bertemu banyak orang yang menurut hukum itu akan membuatku merasakan getaran-getaran tiap kali aku menjabat tangan-tangan mereka. Tak banyak yang kutemui setiap sore di sekitar tempat tinggal ini. Hanya pedagang barang-barang campuran yang sudah menyambutku bahkan sebelum kakiku menginjak ambang warungnya. Ada juga seorang nenek tua yang selalu tersenyum bahkan ketika ia mengomeli anak-anak soal sampah berserakan di jalan setapak. Tak banyak getaran yang kurasakan ketika bertemu dengan orang-orang ini. Mereka orang-orang biasa, yang mungkin telah menemukan harta karunnya masing-masing.

Lalu aku lanjutkan ke bagian lain. Aku menggambarkan  beberapa hal yang bisa kukirim dalam bentuk tulisan ke beberapa orang. Semangat yang oleh orang-orang barat disebut passion kurasakan lebih membuncah dalam hal ini. Tulisan-tulisan asal yang kubuat dihargai cukup baik meski aku masih mengiyakannya sebagai hasil kerja seorang amatir. Tapi sesuatu yang lebih bersinar, yang bahkan lebih cerah dari kilau emas, seperti menungguku di luar sana.

Bukan sesuatu. Terkadang pula aku merasakannya sebagai seseorang. Harta karun untukku, itu seseorang. Entah apakah dia berjalan di jalur yang benar. Entah apakah kaki-kakinya juga berdebu dan telapak tangannya juga semakin kasar setiap hari. Aku tak sering percaya mimpi bisa terulang. Tapi itu benar terjadi. Kata orang, harapan yang terus menerus diucap bersama doa biasanya adalah petunjuk yang mengarah pada hal-hal hebat yang diinginkan. Aku mempercayainya di beberapa sisi. Salah satunya adalah  bahwa aku bisa saja menuntut hak cinta pada Sang Pemberi Cinta. Kapan perasaan dan pemenuhan rasa yang satu itu akan tiba dalam benak dan naluriku, aku masih menyusun petunjuk demi petunjuk.

Ketika bahkan sebuah daun yang jatuh dari pohonnya adalah pertanda, maka aku memperhatikan hal-hal kecil mulai saat ini. Aku memerhatikan bagaimana roda-roda kendaraan berputar sehingga pentil tempat udara masuk itu nampak pusing dan berpindah dari bawah kemudian ke atas lalu ke bawah lagi. Berulang-ulang sesuai keinginan yang mengendalikannya.

Aku juga terus berusaha menemukan diriku sendiri di dalam setiap tulisan-tulisan yang lahir dari ujung jariku. Seperti di dalam kalimat-kalimat itu ada yang tersenyum, dan berbisik bahwa aku akan segera menjumpainya, juga dalam senyum.

Aku mengakui telah melepaskan banyak hal penting dalam perjalanan ini. Bahkan bekal vital sempat aku jatuhkan tanpa kusadari. Aku harus berputar-putar sejauh ini, dan gelembung harta karun itu terlihat ikut bergerak ke timur dan ke barat. Tak juga mendekat.

Tapi ada suara. Suara itu seperti meraba telingaku setiap kali aku beristirahat.

"Kau sudah dekat, aku akan menemuimu di sana, ketika kau menikmati keberhasilan dan karunia Tuhan."

Itu tentunya bukan suara sepintas lalu. Bisa jadi, memang itulah suara yang selama ini kurindukan. Suara yang bergerak di dalam tiap aliran sejuk mimpi-mimpi, dan yang mewakili bunyi detak-detak nyawa yang bersemangat di dalam gelembung harta karun yang setia menanti.



Apa pendapatmu?

Berlangganan Tulisan | Berlangganan Komentar

Baca juga:

Memuat ...

Lingkar baca

Linikala

- Copyright © BUKU FANDY - Hak cipta dilindungi Undang-undang. - Desain Blogger oleh Johanes Djogan -