Ditulis oleh: Unknown Friday, September 9, 2011



Plato menyebutnya Helios.
Romulus dan Remus menyebutnya Sole.
Oda menyebutya 太陽 (taiyou).
Bei menyebutnya 太 阳 [tàiyáng].
Muhammad menyebutnya Al Shams.

Bagiku, harapan itu selalu ada, datang dan berulang setiap harinya.
Tidak tentu kabar gembira atau kabar sedih yang dibawanya, jiwaku yang menentukannya.
Baginya, kebesaran alam adalah bagian dari pencapaiannya membesarkan pesan berima.
Tunduk rendah merasakan keistimewaan di atas pundaknya.

Ketika wajahnya Nampak dari persembunyiannya
Menyembul membelah padang yang cembung
Itulah saat baginya menggugurkan kebesarannnya.
Ada kebesaran hakiki yang sejatinya harus ia sampaikan.

Ia tak pernah melihat perbedaan di sekitarku.
Ia tak perlu mengenali jenis kelamin.
Ia tak memilah-milah makhluk berkaki empat atau yang hidup di dua alam.
Ia cukup datang dan membawa kabar baik bagi yang menyambutnya.

Menjemput cahaya yang dirupakannya,
Mendengarkan suara yang dikumandangkannya.
Untuk hati, untuk pikiran, untuk harapan.
Karena itu ia selalu dinantikan di pagi hari, seterusnya sebelum genderang takdir ditabuh.
Karena itu ia dikenali dengan banyak nama.

Aku? Aku memanggilnya Matahari.

*dimuat pertama kali malalui Facebook pada 14/1/2011.
Ilustrasi: rd6184.files.wordpress.com.

2 Komentar
Tweet
Komentar FB

2 comments | Baca dan Komentari

  1. Harapan, sesuatu yang membuat kita tetap hidup. Tentu saja harus digenggam erat. Salam.

    ReplyDelete
  2. ya begitulah yang kupelajari selama hampir 22 tahun ini, Mba Elly.

    trims ya sudah nengok kemari. besok dateng lagi ya.. :D

    ReplyDelete

Baca juga:

Memuat ...

Lingkar baca

Linikala

- Copyright © BUKU FANDY - Hak cipta dilindungi Undang-undang. - Desain Blogger oleh Johanes Djogan -