Selasa, 15 April 2025 | 5:07 AM
Ditulis oleh: Unknown Thursday, October 18, 2012




*

Bidan yang duduk termangu.
Matanya lesu dan lidahnya kelu.
Entah bagaimana ia menerima senyuman atasannya yang marah.
Atau entah ia harus menerima baris ayat


… bahwa manusia memang serakah.

*

Lingkungan ini ibarat baris-baris senyuman, pikirnya.
Nampak manis di depan tapi curang penuh misteri di belakangnya.
Saling colek dan saling sikut tanpa dinyana.
Senyum bukan semata karena sumpah
tapi janji pada bumi manusia soal abstraksi yang indah.

*

Windu berganti dasawarsa.
Si bidan masih percaya.
Bahwa baris-baris senyuman ini akan membela hatinya yang gundah.
Menceritakan mimpi negeri antah berantah
… pada tangisnya si bayi merah.

*

Senyuman adalah soal percaya-tak percaya.
Soal rasa.
Ia tak bisa ditebus dengan rupiah.
Sekali senyuman hilang, mungkin hati tetiba patah.


*

Senyum karena iba.
Menunjukkan siapa kita.
Mengeruk tanah yang sama kemudian menengadah.
Membawa perasaan kepada Yang mengijabah.

*

Kemudian bidan kembali melayani manusia.
Peradaban banyak mengajarnya wibawa.
Meski keyakinannya tak membawa hatinya pindah,
Ia masih menyimpan kata “entah”.

**
Sleman, 21 September 2012.


Apa pendapatmu?

Berlangganan Tulisan | Berlangganan Komentar

Baca juga:

  • Peti-eskan Ide
    04/11/2012 - 0 komentar
    Untuk seorang penulis amatir seperti saya dan sebagian dari kalian, ide yang datang tiba-tiba…
  • ASISTEN
    21/02/2012 - 0 komentar
    Kata kunci: polkadot, pasar malam, pohon pisang, cerpelai, rajah. * “Tidak, ini belum…
  • Mengejar Waktu bersama Cinta
    04/09/2011 - 1 komentar
    Hidup ini adalah jalan. Hidup ini adalah terowongan. Hidup ini adalah tangga. Hidup ini adalah sungai.…
Memuat ...

Lingkar baca

Linikala

- Copyright © 2025 BUKU FANDY - Hak cipta dilindungi Undang-undang. - Desain Blogger oleh Johanes Djogan -