Ditulis oleh: Unknown Saturday, May 18, 2013



Imron berjalan mengikuti garis. Menghitung tiang dan menghindari hujan. 
Perjalanannya tak pernah sama tiap hari. Meski untuk itu ia tetap harus mengambil jalan yang sama.
Kaki-kakinya telah membesar dan pundaknya legam terbakar. Tepung mukanya meleleh dan matanya sesekali sembab. Pikir ia, mungkin kota sedang berbaik hati, atau hatinya suka berubah-ubah.

Orang melihatnya sebagai pengepul besi tua. Bagi Imron, besi tua adalah harta. Tersaji begitu saja.
Kemudian berminggu-minggu ia hidup di antara bising kota dan desingan gurinda. Saat senja menelisik, ia berganti rupa.

Untuk kedua anaknya Imron menjunjung kerja sebagai ibadah. Tak memilih ataupun memilah. Siang hingga senja ia teronggok bersama susunan besi tua. Malam hari ia bersolek dan menari bersama para janda. Pekerjaan malamnya sederhana: mengamen dengan suara.

Ia berdendang. Imron bergoyang. Pikirannya soal besi tua lesap terbawa kabut. Matanya terpejam dan suaranya mengerucut. Ia pikir ia adalah bidadari. Terbang bersama gemerincing keping logam yang berdentingan di sela-sela tangannya. Kemudian teriakan menggema seantero taman. "Loyoooo ...!" Lalu mereka menari lagi.

Para janda bersilang lutut kemudian karena itu mereka hendak dijemput. Dibawa untuk kesenangan yang melupakan dosa. Imron dan kawan-kawan jandanya bukan keluar dari gang. Tapi mereka membawa orang-orang mencari jalan kecil yang jarang dipakai.

Kalau sudah begitu kaleng mulai terisi receh. Kadang seribu kadang lima ribu. Imron menari dan menyanyi di depan orang yang bosan dengan kehidupan mereka yang tak pernah berubah. Imron dalam nyanyiannya menyampaikan keluhan  yang kurang lebih sama. Bahwa kehidupan mestinya terus berubah. Apapun kesamaan yang terjadi setiap hari. Ia berputar dan menyanyi dangdut melayu. Memutar pinggul saat tangannya terangkat menunjuk langit. Kakinya mengangkang dan ia seperti kesurupan.

Kemudian terkadang ada razia. Imron beberapa kali terluka. Merintih tanpa kata kemudian berdusta di depan anaknya. "Cuma terpeleset di pengepulan." Lantas Imron membawa serta dua-tiga batang pipa besi berkarat. Dengan darah kepalanya yang masih menempel. Dalam dongeng ia bercerita soal sebuah negeri yang menerima siapa saja. Anaknya terlelap dengan mimpi yang tak sempurna.

Imron pengepul besi tua. Tapi di saat malam, ia menari bersama janda.

=================
Ilustrasi: tugaskab.blogspot.com.

Apa pendapatmu?

Berlangganan Tulisan | Berlangganan Komentar

Baca juga:

Memuat ...

Lingkar baca

Linikala

- Copyright © BUKU FANDY - Hak cipta dilindungi Undang-undang. - Desain Blogger oleh Johanes Djogan -