Ditulis oleh: Unknown Wednesday, May 15, 2013



"Keluar. Ya kalian berdua. Keluar! Aku perlu masuk ke dalam istana pikiranku."
"Apa maksudmu?"
"Ayo, dokter. Dia memang begitu." Orang ketiga ini coba mengajak orang kedua yang barusan memprotes, agar mereka keluar ruangan dan meninggalkan orang pertama sendirian.
"Istana pikiran? Apa-apaan itu?"
"Dia butuh sendirian, semacam gambar-gambar yang ia bangun di dalam pikirannya. Membantunya menyelesaikan masalah. Ayo."

Yang di atas adalah penggalan dialog (meski tak terlalu persis) dari serial mini SHERLOCK, episode Hounds of Baskerville. Orang pertama yang saya gambarkan di dalam dialog di atas tentu saja adalah jagoan kita Sherlock Holmes, orang kedua adalah seorang peneliti di laboratorium tempat adegan itu berlangsung, dan orang ketiga adalah Dr. Watson, orang yang coba memberi pengertian kepada peneliti itu bahwa memang seperti itulah sahabatnya. Memasuki istana pikiran di saat ingin menyelesaikan kronologi pemecahan masalah.

Kemudian saya yang nonton mengangguk-angguk. Sepertinya istilah "Istana Pikiran" ini keren juga. Masuk akal, maksud saya, dalam artian bahwa siapapun pasti bisa menggunakannya. Membangun kerangka pikiran dari remah-remah petunjuk, atau ide, atau permasalahan yang ada, akan membantu menunjukkan benang merah, bangunan utuh atau apapun istilahnya itu tentang pikiran kita. Nah, dalam hal menulis, kegiatan ini bisa disamakan praktiknya dengan brainstorming, badai pikiran.

Belakangan saya cari referensi soal ini dan ternyata metode "Istana Pikiran" sudah sering dipakai dan diajarkan di kampus-kampus ternama semacam Harvard di Amerika dan Oxford di Inggris. Ada beberapa referensi yang menyebutkan kalau metode ini sudah dipakai sejak abad ke-18 meski instrumen dan polanya berbeda.

Bangunan utuh pemikiran hanya bisa dibangun jika kita memilih  bahan-bahan yang sesuai, menyingkirkan hal-hal atau pikiran lain yang tidak relevan dan hanya akan mengganggu konstruksi yang sesungguhnya diinginkan. 

Di dalam adegan serial SHERLOCK yang saya ambil contoh di atas, keren sekali karena gaya sinematografinya lebih mirip komik. Tokoh Sherlock hanya menutup mata, dan seperti orang gila menggerak-gerakkan tangannya sendiri kemudian dibantu grafis komputer, beberapa kata keluar masuk. Menggambarkan proses berpikirnya yang akhirnya menemukan jawaban dari misteri yang berjam-jam menghinggapi kepalanya. Satu episode yang saya rekomendasikan bagi pecinta sang detektif eksentrik.

Sebagaimana diketahui, menulis memerlukan alat bantu konstruksi pemikiran. Beberapa orang menyukai kerangka topik atau sering disebut outline. Saya pribadi jarang menggunakan itu karena proses menulis lebih bersifat impulsif. Keluar begitu saja kemudian tiba-tiba jari-jemari mengetik. Istana pikiran yang mungkin tak perlu ditulis ini sebetulnya adalah proses awal terbentuknya ide.

Minimal, ada 2-3-4 pilar yang tergambar di benak kita akan seperti apa sebuah cerita dimulai dan atau bagaimana struktur lead sebuah artikel opini. Istana pikiran akan menarik hal-hal atau kata kunci penting ke dalam dinding analisis yang terfokus. Semua "sampah" pikiran dikeluarkan dulu. Yang bisa jadi alasan masuk akal juga kenapa proses menulis umumnya lebih efektif dalam kesendirian atau ruang tertutup dan jauh dari kebisingan.

Aku adalah raja dari istana pikiranku. Aku mengatur semuanya.

Istana pikiran hanya sebuah istilah yang mungkin bisa memotivasi saya dan kalian soal bagaimana kata-kata bisa dipilih dan yang lainnya diabaikan. Membantu bagaimana tulisan dibatasi, dan melatih kejelian imajinasi soal bagaimana cerita seharusnya dibangun dengan ornamen-ornamen yang menarik dan benar-benar baru. Di sisi lain, akan sangat melatih kemampuan mengingat momen-momen di masa lalu yang kiranya bisa dikaitkan dengan cerita utuh fiksi atau kesimpulan analisis opini.

Kalau Sherlock harus mengusir dua orang dokter untuk masuk ke dalam istananya, wah saya kria kita tak perlu seperti itu. Atau ... iya?

Selamat berimajinasi.

---------------------
Sumber gambar: BBC One, quadruplez.

Apa pendapatmu?

Berlangganan Tulisan | Berlangganan Komentar

Baca juga:

Memuat ...

Lingkar baca

Linikala

- Copyright © BUKU FANDY - Hak cipta dilindungi Undang-undang. - Desain Blogger oleh Johanes Djogan -