Ditulis oleh: Unknown Tuesday, May 7, 2013




Hari ini media arus utama gemar sekali pakai bahasa Inggris ya. Padahal isi beritanya hampir seluruhnya berbahasa Indonesia. Seakan lumrah kalau kita membaca kata-kata seperti reshuffleupdate, dan browsing ditulis di dalam  berita yang bahasanya popular dan lugas. Apakah segmen pembaca berita kita sudah setinggi itu kini? Sering kali tak disadari, bahasa asing dalam berita justru jadi alat tawar yang sering kali terpeleset pemaknaannya.

Bisa dibilang saat sebuah bagian bahasa naik ke ranah berita, kekuatannya bisa jadi hal yang sekaligus melemahkan pengertiannya sendiri. Kata-kata bahasa asing yang banyak dipakai di berita-berita nasional hari ini sangat rentan disalahgunakan secara praktis. Akibatnya sering kali muncul pemaknaan yang secara struktural sebetulnya keliru, dan tetap saja dipakai. Bahkan disambung-katakan oleh segenap kantor berita. Jurnalisme bahasa menjadi pertanyaan yang sulit karena faktanya justru masalah bahasa jadi perkara yang masih sering diabaikan dalam aspek keutuhan nilai berita.

Saya cari-cari contoh berita hari ini (Senin, 6/5/2013) dan menemukan satu dari detik.com. Judulnya "Kampung Nelayan Muara Angke akan Ground Breaking". Ada selipan frasa berbahasa inggris di judul berita itu akan sangat menarik klik pembaca. Menurut saya justru dengan demikian unsur kedekatan berita dengan objek dan sasarannya menjadi longgar. Di bagian lead berita tersebut bahkan si jurnalis salah mengetik dengan down breaking. Terkesan memaksakan.

Istilah groundbreaking (penulisannya yang tepat dirangkai dan bukan dipisah, sebagaimana pada kata [mis.] heartbreaking,  undertake, dsb) sebetulnya punya padanan yang lebih popular dalam bahasa Indonesia. Ialah pencangkulan, atau yang di banyak kesempatan disamakan dengan "peletakan batu pertama". Menggunakan groundbreaking untuk sebuah proyek mega di kampung nelayan kok rasanya "kurang elok". He he he ....

Itu satu contoh saja. Pada kenyataannya banyak konten di media kita (terutama yang daring atau online) mengalami kemudahan penulisan tapi kekeringan dalam makna bahasa. Jurnalisme yang dibalut sistem hibrida (konon kata mereka para pelakunya) lantas dianggap permisif saja dengan satu-dua-tiga kesalahan bahasa. Salah ketik, salah arti, salah konteks pemaknaan. 

Parahnya jika ini sudah berlangsung berulang kali dan secara terus menerus. Pada pekan yang sama Jokowi juga melalui sebuah tayangan berita televisi tertangkap rekam mengernyitkan dahi. 

Pasalnya, melalui wawancara doorstop (tahan di pintu saat keluar dari sebuah tempat acara) wartawati dari satu televisi mengatakan, "Pak jadi rencananya MRT [yang dimaksudkan adalah proyek transportasi massal yang baru saja dimulai kembali] mau di-soft-launching kapan?" Jokowi jawab: "Duh ... apa itu soft launchinghard launching. Mbok pakai istilah bahasa Indonesia saja. Di ... di ... diluncurkan." Kemudian Jokowi menjawab bahwa akan diinformasikan lagi perihal rencananya. Saya yakin si wartawati penanya itu malu, kalau peka.

Rame-riuhnya bahasa asing di isi dan proses penggalian berita awak media kita masih akan berlanjut selama para tokoh juga masih melakukan hal yang sama. Media sosial juga berkembang begitu cepat bak menyiramkan bensin di nyala api yang sudah besar. Jurnalisme dan bahasa asing jelas tantangan bagi masyarakat bahasa kita yang pada kenyataannya berbudaya pengikut, mengedepankan kesetaraan dan sensitif terhadap persaingan. Saya jadi ingat tulisan Prof. Salomo Simanungkalit lewat kolom bahasa Kompas: kita hidup dengan banyak kata serapan, tapi yang kita serap benar-benar sebatas kata saja. Telan mentah-mentah tanpa mencari makna.

*Ilustrasi: deviantart.com.

1 Komentar
Tweet
Komentar FB

1 komentar | Baca dan Tambahkan komentar

  1. menurut saya informasi diwebsite ini sangat menarik apabila anda ingin mempelajari lebih lanjut tentang dunia konstruksi dan perencanaan.
    silahkan kunjungi website di bawah ini
    http://ftsp.gunadarma.ac.id/sipil/

    ReplyDelete

Baca juga:

Memuat ...

Lingkar baca

Linikala

- Copyright © BUKU FANDY - Hak cipta dilindungi Undang-undang. - Desain Blogger oleh Johanes Djogan -